Friday, October 23, 2009

Sebelum Adzan Subuh

sejenak kupandangi jam digital yang ada di pojok bawah monitor. ia masih saja terdiam, namun selama enam puluh detik kemudian ia pun berganti angka. Pisau itu masih saja berlumuran darah. Satu persatu darahnya masih saja setia berjatuhan membasahi lantai marmer berwarna kecoklatan itu.

beberapa jam yang lalu masih terdengar suara erangan sakit meminta pertolongan. Suara seorang lelaki kekar berumur empat puluh tahunan itu pun tak dihiraukannya. semakin lama suaranya semakin hilang. hilang dibawa sang penjemput ajal. sedikit rasa bersalah muncul dihatinya. namun rasa bersalah itu segera hilang berganti dengan sedikit kesenangan.

ya kini wanita yang sedang menangis itu sudah terbebas dari belenggu siksa suaminya. mulutnya masih gemetar, istighfar masih sering keluar dari mulutnya.

sudah sejak lama pemuda yang baru saja mengenal dunia luar itu mencegah dirinya untuk melakukan perbuatan itu. namun kali ini dia sudah tidak mampu lagi mengendalikan segenap amarahnya yang telah ia pendam sejak puluhan tahun silam. sebilah pisau dapur yang terlihat mengkilat sudah dihujamkan tepat dihujamkan di jantung ayahnya.

komputernya masih menyala. dia terbangun dari mimpi-mimpinya. gemetar, mimpi itu seakan adalah kenyataan. tentu ia masih sadar, bagaimanapun juga sifatnya, kita tidak membunuh seorang manusia. segera saja ia mematikan komputernya dan mengambil air wudlu. adzan subuh telah berkumandang.
Share This
Subscribe Here

Related Posts with Thumbnails

0 comments:

Post a Comment

 

My Important Note

Followers

My Social Network


My Experiment Copyright © 2009 and dont forget to visti my web